
Finding Love and Inspiration in Bali's Mystical Ubud
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Finding Love and Inspiration in Bali's Mystical Ubud
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Di tengah hiruk-pikuk turis di Bali, Dewi merasa letih.
Amidst the hustle and bustle of tourists in Bali, Dewi felt weary.
Dia sampai di Ubud Monkey Forest dengan tas kamera di bahunya.
She arrived at the Ubud Monkey Forest with a camera bag on her shoulder.
Pohon-pohon tinggi berdiri megah, dan aroma harum frangipani memenuhi udara.
Tall trees stood majestically, and the fragrant aroma of frangipani filled the air.
Dewi mencari ketenangan dan inspirasi untuk proyek fotonya tentang harmoni antara alam dan budaya.
Dewi was searching for tranquility and inspiration for her photography project about the harmony between nature and culture.
Di tengah jalan berbatu tua, Dewi bertemu Wayan.
In the middle of an old stone path, Dewi met Wayan.
Dia adalah pemandu lokal yang tubuhnya kurus, tapi penuh energi, mata berseri ketika bercerita tentang monyet dan tradisi Bali.
He was a local guide, slender but full of energy, his eyes shining as he talked about the monkeys and Bali's traditions.
Wayan memperkenalkan dirinya dan menawarkan untuk membantunya.
Wayan introduced himself and offered to assist her.
Mereka dengan segera berbaur, berbagi tawa saat Wayan menggambarkan tingkah laku monyet yang menggemaskan.
They quickly bonded, sharing laughter as Wayan described the monkeys' adorable behavior.
Tetapi, masalah muncul.
However, problems arose.
Dewi mencoba menangkap gambar monyet-monyet yang berlarian dan meloncat-loncat.
Dewi tried to capture images of monkeys running and leaping about.
Mereka bergerak cepat, sulit diprediksi.
They moved quickly, unpredictably.
Baterai kamera Dewi hampir habis.
Dewi's camera battery was nearly depleted.
Dewi merasa cemas, takut melewatkan momen-momen penting.
She felt anxious, afraid of missing important moments.
Dan dia juga tak bisa menepis perasaan suka yang mulai tumbuh terhadap Wayan.
And she couldn't shake off the growing fondness she felt toward Wayan.
Dewi akhirnya meminta bantuan Wayan.
Dewi finally asked Wayan for help.
Bersama, mereka berjalan lebih dalam ke hutan, mencari sudut pandang yang tepat.
Together, they walked deeper into the forest, searching for the right vantage point.
Wayan berbicara tentang budaya Bali dan makna spiritual Galungan yang akan datang.
Wayan spoke about Bali's culture and the spiritual significance of the upcoming Galungan.
Dia menjelaskan bahwa Galungan adalah waktu ketika leluhur diyakini turun ke bumi, dan ini saat yang sakral untuk merayakan kebenaran yang menang atas kebatilan.
He explained that Galungan is a time when ancestors are believed to descend to the earth, and it is a sacred time to celebrate the triumph of truth over evil.
Di bawah sebuah pohon yang menjulang tinggi, Dewi dan Wayan tiba-tiba melihat pemandangan yang menyentuh hati.
Under a towering tree, Dewi and Wayan suddenly witnessed a touching scene.
Seekor induk monyet memeluk erat bayinya.
A mother monkey was holding her baby tightly.
Momen itu begitu damai.
The moment was so peaceful.
Dewi mengangkat kameranya, jantungnya berdebar.
Dewi raised her camera, her heart pounding.
Klik.
Click.
Dia berhasil menangkap momen langka itu dengan sempurna.
She succeeded in capturing that rare moment perfectly.
Saat senja tiba, Dewi merasa bahagia dan puas.
As dusk arrived, Dewi felt happy and content.
Proyek fotonya hampir selesai dengan bantuan Wayan.
Her photography project was nearly complete with Wayan's help.
Selama hari-hari berikutnya, Dewi memutuskan untuk memperpanjang waktu tinggalnya di Bali.
In the days that followed, Dewi decided to extend her stay in Bali.
Dia ingin lebih memahami budaya Bali, dan terutama, ingin menjelajahi hubungan yang mulai tumbuh antara dirinya dan Wayan.
She wanted to understand Bali's culture better, and more importantly, she wanted to explore the relationship that was beginning to blossom between her and Wayan.
Dewi yang dulu hanya melihat kamera sebagai alat untuk pekerjaannya, kini menyadari bahwa perjalanannya di Ubud telah memberinya banyak pengalaman baru.
Dewi, who once saw the camera as merely a tool for her work, now realized that her journey in Ubud had given her many new experiences.
Dia menjadi lebih terbuka dan siap menerima cinta serta kolaborasi dalam hidupnya.
She became more open and ready to embrace love and collaboration in her life.
Alam Ubud dan keramahan Wayan telah menyentuh hatinya, memperkaya dirinya.
The nature of Ubud and Wayan's warmth had touched her heart, enriching her.
Seiring berlalunya waktu, Dewi tidak hanya belajar tentang monyet dan budaya Bali, tetapi juga tentang mencintai dengan tulus, dan mensyukuri berbagai peluang yang datang dalam perjalanan hidupnya.
As time went by, Dewi not only learned about monkeys and Bali's culture but also about loving sincerely and being grateful for the various opportunities that came along her life's journey.
Kini, Ubud bukan hanya sekadar tempat yang indah, tetapi juga rumah bagi hubungan yang baru.
Now, Ubud is not just a beautiful place but also a home for a newfound relationship.