
From Fear to Festival Triumph: Lestari's Tech Odyssey
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
From Fear to Festival Triumph: Lestari's Tech Odyssey
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Di tengah keramaian distrik teknologi Jakarta yang berbinar dengan lampu neon, Lestari berdiri diam di barisan panjang di depan warung makanan.
In the midst of the bustling distrik teknologi Jakarta lit up with neon lights, Lestari stood still in the long line in front of the food stall.
Sorak sorai festival Inovasi Jakarta terdengar riuh, penuh energi yang mengalir bersama aroma sate bakar dan mie goreng dari penjaja makanan jalanan.
The cheers of the festival Inovasi Jakarta echoed loudly, full of energy that flowed along with the aroma of grilled sate and mie goreng from street food vendors.
Lestari menghela napas panjang, menghirup udara hangat dengan rasa gugup.
Lestari took a deep breath, inhaling the warm air with a nervous feeling.
Sebagai pengembang perangkat lunak muda, dia ingin sekali memperkenalkan aplikasinya di kompetisi presentasi teknologi festival itu.
As a young software developer, she was eager to introduce her app at the festival's tech presentation competition.
"Permasalahan perubahan iklim," pikirnya, adalah misi penting dan aplikasinya bisa memberikan solusi.
"The problem of climate change," she thought, was an important mission, and her app could provide a solution.
Namun, di balik kesuksesan aplikasinya, Lestari masih menghadapi rintangan besar—takut berbicara di depan umum.
However, behind her app’s success, Lestari still faced a major hurdle—fear of public speaking.
Selain itu, tiba-tiba ia menyadari ada alat yang hilang, esensial untuk presentasinya.
Additionally, she suddenly realized there was a missing tool, essential for her presentation.
Di saat seperti ini, dia perlu bantuan.
In such a moment, she needed help.
Lestari tahu Budi, seorang rekan kerja yang selalu tampak tenang dan handal.
Lestari knew Budi, a colleague who always seemed calm and reliable.
Budi seringkali membantu di kantor, dan Lestari diam-diam mengaguminya.
Budi often helped at the office, and Lestari secretly admired him.
Tapi, bertanya pada Budi bukanlah hal yang mudah.
But, asking Budi was not easy.
Ada rasa ragu yang terus menghantuinya.
There was a lingering doubt that haunted her.
Di kejauhan, Rina, teman baik Lestari, melambaikan tangan sambil tersenyum.
In the distance, Rina, Lestari's good friend, waved and smiled.
"Lestari, kenapa diam di sana?
"Lestari, why are you standing there?
Ini festival, ayo nikmati!
It's a festival, come and enjoy!"
" teriaknya.
she shouted.
Lestari tersenyum kecil, lalu memutuskan untuk menghadapi ketakutannya.
Lestari gave a small smile, then decided to face her fear.
Ia memberanikan diri mendekati Budi.
She mustered the courage to approach Budi.
"Budi," kata Lestari dengan suara agak gemetar, "Bisakah kamu bantu aku?
"Budi," Lestari said with a slightly trembling voice, "Can you help me?
Ada alat untuk presentasiku yang hilang.
There's a tool for my presentation that's missing."
"Budi menatap Lestari dengan penuh perhatian, lalu tersenyum hangat.
Budi looked at Lestari attentively, then smiled warmly.
"Tentu saja, Lestari.
"Of course, Lestari.
Mari kita cari bersama.
Let's find it together."
"Dengan bantuan Budi, dalam hitungan menit, alat itu ditemukan.
With Budi's help, within minutes, the tool was found.
Rasa lega menyelimuti Lestari.
Relief washed over Lestari.
Saat presentasi dimulai, ia berdiri di atas panggung.
When the presentation began, she stood on stage.
Kerumunan menanti dengan penuh antusias.
The crowd awaited with eager anticipation.
Budi dan Rina memberikan semangat dari kerumunan.
Budi and Rina cheered her on from the audience.
Lestari mengambil napas dalam, mengingat dukungan Budi dan keberaniannya sendiri untuk meminta bantuan.
Lestari took a deep breath, remembering Budi's support and her own courage to ask for help.
Ia mulai berbicara.
She began to speak.
Kata demi kata meluncur dengan lancar.
Word by word flowed smoothly.
Setiap informasi di aplikasinya mampu menarik perhatian juri dan penonton.
Every piece of information in her app managed to capture the judges' and the audience’s attention.
Setelah presentasi selesai, sorakan dan tepuk tangan memenuhi udara.
After the presentation ended, cheers and applause filled the air.
Lestari meraih perhatian para juri.
Lestari captured the judges' attention.
Saat pengumuman tiba, aplikasinya mendapatkan penyebutan khusus.
When the announcement came, her app received a special mention.
Bukan juara pertama, tapi pengakuan itu sangat berarti.
Not first place, but the recognition meant a lot.
Lestari tersenyum, merasakan kepercayaan diri yang baru menyusup ke dalam dirinya.
Lestari smiled, feeling a newfound confidence seep into her.
Bersama Budi dan Rina, mereka merayakan kemenangan itu.
Along with Budi and Rina, they celebrated the victory.
Lestari sadar, ia tidak lagi harus meragukan kemampuannya.
Lestari realized she no longer had to doubt her abilities.
Dengan keberanian yang baru ditemukan dan koneksi baru itu, ia siap menghadapi tantangan berikutnya.
With her newly found courage and the new connection, she was ready to face the next challenge.
Di festival sore itu, di tengah keramaian dan kegembiraan, Lestari belajar bahwa terkadang kerja sama dan keberanian untuk meminta bantuan bisa membuka pintu ke peluang yang tak terduga.
At the festival that evening, amidst the crowd and excitement, Lestari learned that sometimes cooperation and the courage to ask for help can open doors to unexpected opportunities.