
The Hidden Room and the Spirit of Friendship at Borobudur
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
The Hidden Room and the Spirit of Friendship at Borobudur
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Langit pagi itu cerah, melukiskan Borobudur dalam kemegahannya.
The sky that morning was clear, illustrating Borobudur in its grandeur.
Rina, seorang arkeolog pemberani, berdiri di depan candi, merasakan magisnya hari perayaan Maulid Nabi.
Rina, a brave archaeologist, stood in front of the temple, feeling the magic of the Maulid Nabi celebration.
Masyarakat sekitar ikut serta dalam perayaan dengan doa dan nyanyian.
The local community participated in the celebration with prayers and songs.
Detik ini, terukir dalam ingatan Rina.
This moment was etched in Rina's memory.
Rina, bersama dua temannya, Adi dan Budi, berjalan menyisiri arca dan stupa yang menghiasi Borobudur.
Rina, along with her two friends, Adi and Budi, walked along the statues and stupas that adorned Borobudur.
Budi, pemandu lokal yang berteman baik dengan keduanya, dengan antusias menjelaskan makna relief yang mereka lihat.
Budi, a local guide who was good friends with both of them, enthusiastically explained the meaning of the reliefs they saw.
Wajah Budi bersinar, penuh rasa bangga.
Budi's face shone, full of pride.
Sejak kecil, cita-citanya sederhana, mengenal dan mengeksplorasi setiap sudut tempat ini lebih dalam.
Since childhood, his dream was simple: to know and explore every corner of this place more deeply.
"Mereka bilang ada ruang tersembunyi di bawah sini," bisik Rina dengan nada penuh misteri, matanya bersinar semangat walau tubuhnya lemah karena penyakit misterius yang mulai menyiksanya.
"They say there's a hidden room beneath here," Rina whispered with a tone full of mystery, her eyes shining with excitement despite her body weakened by a mysterious illness that had begun to plague her.
Ia menjaga rahasia ini dari Adi dan Budi—tak ingin membuat mereka khawatir.
She kept this secret from Adi and Budi—not wanting to make them worry.
Adi, sahabat Rina yang selalu peduli, menatap Rina dengan tatapan curiga.
Adi, Rina's always-caring friend, looked at Rina with a suspicious glance.
"Kau baik-baik saja?
"Are you okay?"
" tanya Adi sambil meneliti wajah temannya.
Adi asked while examining his friend's face.
Rina tersenyum, mengangguk, walau kepalanya mulai terasa berputar.
Rina smiled and nodded, even though her head began to feel dizzy.
Melalui jalan setapak yang terlindung daun-daun dari pohon besar, mereka menuju bagian yang kurang ramai dikunjungi pengunjung.
Through a path shaded by the leaves of large trees, they headed to a part less frequented by visitors.
Udara kering musim ini membuat kulit terasa panas.
The dry season's air made the skin feel hot.
Budi, dengan semangat membara, menunjukkan mereka sebuah lorong yang tampak jarang dilalui orang.
Budi, with burning passion, showed them a corridor that seemed rarely traversed.
Dalam usaha menjelajahi situs ini lebih jauh, Rina merasakan tubuhnya semakin melemah.
In her efforts to explore the site further, Rina felt her body growing weaker.
Setiap langkah terasa berat, namun hasratnya untuk menemukan ruang tersembunyi itu terlalu kuat untuk diabaikan.
Each step felt heavy, but her desire to find the hidden room was too strong to ignore.
Tiba-tiba, Rina merasa pandangannya kabur.
Suddenly, Rina felt her vision blur.
Dia terhuyung dan hampir jatuh.
She stumbled and almost fell.
Adi dengan cekatan menangkapnya.
Adi, swiftly, caught her.
"Rina!
"Rina!"
" dia berseru, penuh kekhawatiran.
he exclaimed, full of concern.
Budi, menyadari apa yang terjadi, segera memutuskan.
Budi, realizing what happened, quickly decided.
"Kita harus cari bantuan," ujarnya tegas.
"We must get help," he said firmly.
Tanpa ragu, mereka membawa Rina menuju tempat istirahat.
Without hesitation, they carried Rina to a resting place.
Sampai di sana, Adi menghubungi tenaga medis.
Once there, Adi contacted medical assistance.
Rina, yang kini terbaring dengan detak jantung yang tenang kembali, melihat kedua sahabatnya.
Rina, now lying with a steady heartbeat again, looked at her two friends.
Air mata menetes di pipinya.
Tears fell down her cheeks.
Dia baru menyadari betapa berartinya kesehatan dan persahabatan.
She just realized how much health and friendship meant to her.
Bersama deru angin yang lembut, Rina memutuskan.
With a gentle breeze blowing, Rina made up her mind.
"Aku bisa menunggu.
"I can wait.
Mencari ruangan itu tidak sebanding dengan keselamatanku," kata Rina terbata-bata tapi pasti.
Finding that room is not worth my safety," said Rina haltingly but surely.
Adi tersenyum, penuh dukungan.
Adi smiled, full of support.
"Kita bisa kembali ke sini kapan saja," katanya menenangkan.
"We can come back here anytime," he said reassuringly.
Sebagai akhirnya, meski impian Rina tertunda, dia mendapatkan pelajaran berharga.
In the end, though Rina's dream was postponed, she gained a valuable lesson.
Mengikuti kata hatinya untuk menjaga kesehatannya dan menghargai teman-temannya, Rina bangkit dari semua dengan pandangan baru.
By following her heart to take care of her health and cherish her friends, Rina rose from it all with a new outlook.
Tak hanya ingin menggali sejarah, dia kini ingin menjalani hidup sepenuh mungkin, bersama teman yang selalu mendampingi.
Not only wanting to uncover history, she now wanted to live life to the fullest, accompanied by friends who would always be by her side.
Candi Borobudur berdiri megah di belakang mereka, menjadi saksi dari perjalanan, persahabatan, dan pilihan bijak Rina.
The Borobudur temple stood majestically behind them, bearing witness to Rina's journey, friendship, and wise decisions.