FluentFiction - Indonesian

Rain and Diplomacy: A Life-Changing Summit in Jakarta

FluentFiction - Indonesian

Unknown DurationDecember 1, 2025
Checking access...

Loading audio...

Rain and Diplomacy: A Life-Changing Summit in Jakarta

1x
0:000:00

Sign in for Premium Access

Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.

View Mode:
  • Hujan turun deras di Jakarta.

    The rain was pouring heavily in Jakarta.

  • Suara rintik hujan di luar jendela gedung konferensi bergema lembut.

    The sound of raindrops against the conference building's window echoed softly.

  • Di dalam ruangan, pertemuan puncak internasional sedang berlangsung dengan intens.

    Inside, an intense international summit was underway.

  • Para diplomat dari berbagai negara berkumpul, setiap orang membawa harapan besar untuk mencapai kesepakatan dalam berbagai masalah global.

    Diplomats from various countries gathered, each carrying great hopes of reaching an agreement on various global issues.

  • Aditya, seorang diplomat berpengalaman dari Indonesia, berdiri di depan podium.

    Aditya, an experienced diplomat from Indonesia, stood at the podium.

  • Wajahnya serius, matanya memandang lurus ke depan.

    His face was serious, his eyes looking straight ahead.

  • Dia sudah berbulan-bulan mempersiapkan proposal penting tentang kerja sama internasional dalam menangani perubahan iklim.

    He had spent months preparing an important proposal on international cooperation in addressing climate change.

  • Namun, sejak pagi tadi, dia merasa ada yang tidak beres dengan kesehatan tubuhnya.

    However, since earlier that morning, he felt something was wrong with his health.

  • Rasa sakit di dada yang datang dan pergi semakin sering mengganggu konsentrasinya.

    The intermittent chest pain disturbed his concentration more frequently.

  • Di kursi sebelah, Sari, asistennya yang setia, memperhatikan Aditya dengan cemas.

    In the seat next to him, Sari, his faithful assistant, watched Aditya with concern.

  • Dia tahu betapa keras Aditya bekerja.

    She knew how hard Aditya had been working.

  • "Pak Aditya, apakah Bapak baik-baik saja?" bisiknya, antara kekhawatiran dan harapan agar segalanya baik-baik saja.

    "Mr. Aditya, are you okay?" she whispered, torn between worry and hope that everything would be fine.

  • "Saya baik-baik saja, Sari," jawab Aditya, berusaha terdengar meyakinkan.

    "I'm fine, Sari," Aditya replied, trying to sound convincing.

  • Dia menolak untuk menyerah.

    He refused to give up.

  • Pikirannya hanya terfokus pada keberhasilan presentasi ini.

    His mind was solely focused on the success of this presentation.

  • Aditya mulai mempresentasikan proposalnya.

    Aditya began presenting his proposal.

  • Kata demi kata meluncur dari bibirnya dengan lancar.

    Word by word flowed from his lips smoothly.

  • Para diplomat mendengarkan dengan penuh perhatian.

    The diplomats listened attentively.

  • Sari, meskipun cemas, merasa bangga melihat bosnya mengemukakan ide-ide yang begitu penting bagi masa depan.

    Sari, though anxious, felt proud to see her boss put forth ideas so critical to the future.

  • Namun, saat Aditya hampir menyelesaikan presentasinya, rasa sakit itu kembali—kali ini lebih kuat dari sebelumnya.

    However, as Aditya was about to conclude his presentation, the pain returned—this time stronger than before.

  • Keringat dingin membasahi dahinya.

    Cold sweat covered his forehead.

  • Kata-kata yang tadinya mengalir kini terhenti.

    The words that previously flowed smoothly now halted.

  • Sari yang duduk di samping langsung merasakan ada yang salah.

    Sari, sitting beside him, immediately sensed something was wrong.

  • Pikirannya berpacu cepat.

    Her mind raced.

  • Dia harus mengambil keputusan secepat mungkin.

    She had to make a quick decision.

  • Dengan suara gemetar, Aditya melanjutkan, "Kita perlu bertindak sekarang, demi generasi mendatang..."

    With a trembling voice, Aditya continued, "We need to act now, for future generations..."

  • Namun sebelum kalimatnya selesai, tubuhnya goyah dan ia jatuh ke lantai.

    But before he could finish his sentence, his body swayed and he collapsed to the floor.

  • Para hadirin terhenyak, suasana menjadi kacau.

    The attendees were stunned, the atmosphere became chaotic.

  • Tanpa ragu, Sari berlari ke arah Aditya dan berteriak minta bantuan.

    Without hesitation, Sari ran toward Aditya and shouted for help.

  • "Tolong! Ambulan!"

    "Help! Ambulance!"

  • Beberapa dokter yang hadir segera bergegas ke panggung.

    Several doctors in attendance rushed to the stage.

  • Aditya dibawa ke rumah sakit terdekat.

    Aditya was taken to the nearest hospital.

  • Sari menemaninya di ambulans, memegang tangannya dan berharap semua akan baik-baik saja.

    Sari accompanied him in the ambulance, holding his hand and hoping everything would be alright.

  • Di rumah sakit, Aditya dirawat dengan cepat.

    At the hospital, Aditya was quickly treated.

  • Para dokter mengatakan bahwa ia mengalami serangan jantung ringan dan beruntung telah ditangani secepatnya.

    The doctors said he had experienced a mild heart attack and was lucky to have been treated so promptly.

  • Di sela-sela kekhawatirannya, Sari merasa lega.

    Amid her anxiety, Sari felt relieved.

  • Beberapa hari kemudian, di ruang perawatan rumah sakit yang tenang, Aditya terjaga dari tidurnya.

    A few days later, in the quiet hospital recovery room, Aditya awoke from his sleep.

  • Sari duduk di sampingnya membaca buku.

    Sari sat next to him reading a book.

  • "Terima kasih, Sari," suara Aditya lembut, matanya penuh pengertian.

    "Thank you, Sari," Aditya's voice was soft, his eyes full of understanding.

  • "Maafkan saya. Saya terlalu keras kepala."

    "I'm sorry. I was too stubborn."

  • Sari tersenyum lega.

    Sari smiled in relief.

  • "Kesehatan Bapak lebih penting dari segalanya."

    "Your health is more important than anything."

  • Sejak kejadian itu, Aditya belajar untuk lebih memerhatikan kesehatannya.

    Since that incident, Aditya learned to pay more attention to his health.

  • Dia mulai mendelegasikan tugas-tugas, memberi kepercayaan lebih kepada Sari dan timnya.

    He began delegating tasks, putting more trust in Sari and his team.

  • Dia tahu bahwa untuk bisa membuat perubahan besar, dia harus lebih bijaksana, bukan hanya dalam pekerjaan, tapi juga dalam menjaga dirinya sendiri.

    He knew that to make significant changes, he had to be wiser, not just in his work, but also in taking care of himself.

  • Hujan di Jakarta belum berhenti, namun kini membawa harapan baru bagi Aditya dan timnya.

    The rain in Jakarta hadn't stopped, but it now carried new hope for Aditya and his team.

  • Sebuah bab baru terbuka, penuh dengan kesadaran dan kehati-hatian.

    A new chapter opened, full of awareness and caution.