
Breaking Traditions: Adi's Journey at Borobudur
FluentFiction - Indonesian
Loading audio...
Breaking Traditions: Adi's Journey at Borobudur
Sign in for Premium Access
Sign in to access ad-free premium audio for this episode with a FluentFiction Plus subscription.
Langit cerah musim panas menari di atas Candi Borobudur, menciptakan permainan cahaya yang menakjubkan di dinding ukiran batu kuno.
The clear summer sky was dancing above Candi Borobudur, creating a stunning interplay of light on the ancient stone carvings.
Di tengah keramaian, Adi berdiri, memandangi candi megah itu dengan pandangan penuh harap dan sedikit gelisah.
In the midst of the crowd, Adi stood, gazing at the magnificent temple with a hopeful and slightly anxious look.
Ini adalah hari besar baginya.
This was a big day for him.
Sebagai seorang sejarawan budaya dari Jakarta, ini adalah kesempatan pertamanya untuk berbicara di KTT Internasional untuk Pelestarian Budaya, yang kali ini bertepatan dengan Hari Raya Waisak.
As a cultural historian from Jakarta, it was his first opportunity to speak at the International Summit for Cultural Preservation, which this time coincided with Hari Raya Waisak.
Rasa gugup seolah menjadi teman setianya pagi itu.
The nervousness seemed to be his faithful companion that morning.
Bayangan ibu dan ayahnya yang berharap ia kembali dan bekerja di perusahaan keluarga terus membayang.
The image of his mother and father hoping he would return and work in the family business lingered in his mind.
Namun, Adi tahu, pilihan hatinya adalah di sini, di antara warisan budaya yang ingin ia jaga dan pelihara.
However, Adi knew his heart's choice was here, among the cultural heritage he wanted to preserve and maintain.
Lina dan Rizky, dua sahabat yang selalu mendukungnya, berdiri di sebelahnya.
Lina and Rizky, two friends who always supported him, stood beside him.
"Kamu bisa, Adi," ucap Lina dengan senyuman menenangkan.
"You can do it, Adi," said Lina with a calming smile.
Rizky menepuk pundaknya, memberikan semangat.
Rizky patted his shoulder, offering encouragement.
Waktu presentasi semakin dekat.
The time for the presentation was drawing closer.
Adi melangkah menuju ruang pertemuan, merasakan telapak tangannya sedikit basah oleh keringat.
Adi stepped toward the meeting room, feeling his palms slightly damp with sweat.
Saat itulah, teleponnya berdering.
It was then that his phone rang.
Di layar tertera nama ayahnya.
His father's name appeared on the screen.
Panggilan itu membawa nada kecewa yang sudah akrab di telinga Adi, mencoba menegurnya untuk kembali ke jalan yang lebih 'aman'.
The call carried a familiar tone of disappointment to Adi's ears, trying to urge him to return to a more 'secure' path.
Dengan hati berat, Adi memutuskan memandangi ponsel tanpa menjawab.
With a heavy heart, Adi decided to look at the phone without answering.
Ia tahu, keputusan ini adalah untuk dirinya sendiri, untuk masa depan yang ia percaya.
He knew this decision was for himself, for the future he believed in.
Lalu, ia simpan kembali teleponnya sebelum melangkah tegas menuju podium.
Then, he put his phone back before stepping confidently towards the podium.
Di bawah cahaya teknologi modern yang menyinari ruang pertemuan, kontras dengan kemegahan Borobudur di luar, Adi mulai bicara.
Under the light of modern technology illuminating the meeting room, contrasting with the grandeur of Borobudur outside, Adi began to speak.
Meski awalnya suara terdengar bergetar, lambat laun cerita tentang sejarah dan kekayaan budaya Indonesia mengalir dengan lancar dan penuh semangat.
Although his voice initially sounded shaky, gradually the story of Indonesia's history and cultural richness flowed smoothly and passionately.
Setiap kata seolah terpahat dalam hatinya, sama abadi seperti candi di luar sana.
Each word seemed to be engraved in his heart, as eternal as the temple outside.
Saat presentasi berakhir, tepuk tangan memenuhi ruangan.
As the presentation ended, applause filled the room.
Para peserta mendekat, memberikan pujian dan menawarkan kolaborasi di masa depan.
Participants approached, offering praise and future collaboration.
Di antara senyuman dan tawaran menarik, Adi menyadari sesuatu.
Among the smiles and intriguing offers, Adi realized something.
Jalannya mungkin berbeda dari harapan keluarganya, namun itu adalah jalannya sendiri, yang juga menghormati akar budayanya.
His path might be different from his family's expectations, but it was his own, one that also honored his cultural roots.
Hari itu, di bawah matahari musim panas yang serasa memberkati, Adi menemukan keyakinan baru.
That day, under the summer sun that seemed to bless, Adi found a new confidence.
Ia tidak lagi ragu atau terbebani oleh pilihan yang ia buat.
He no longer doubted or was burdened by the choices he made.
Seperti Borobudur yang berdiri kokoh melawan waktu, Adi siap melangkah maju, mengukir masa depannya sendiri dalam cerita besar pelestarian budaya.
Like Borobudur standing strong against time, Adi was ready to move forward, carving his own future in the grand story of cultural preservation.