Matahari musim panas menyinari jendela kamar rumah sakit di Jakarta, menciptakan bayangan cerah di lantai.

The summer sun shone through the hospital room window in Jakarta, creating bright shadows on the floor.

Dewi dan Budi duduk di tepi tempat tidur Tono yang terlentang dengan kaki terbungkus gips.

Dewi and Budi sat at the edge of Tono's bed, who lay with his leg wrapped in a cast.

Bau antiseptik memenuhi ruangan, mengingatkan mereka semua pada kenyataan bahwa mereka di rumah sakit.

The smell of antiseptic filled the room, reminding them all of the reality that they were in a hospital.

"Hai, Tono!

"Hey, Tono!

Gimana rasanya jadi pemenang pendaki tersukses di Gunung Bromo?

How does it feel to be the most successful climber on Mount Bromo?"

" tanya Dewi dengan senyum lebar.

Dewi asked with a wide smile.

Tono mengerutkan kening.

Tono frowned.

"Bromo?

"Bromo?

Aku benar-benar tidak ingat.

I really don't remember."

"Budi ikut menimpali, "Iya, waktu itu kamu benar-benar lincah.

Budi chimed in, "Yeah, back then you were really agile.

Bahkan monyet-monyet di sana kagum sama kecepatanmu!

Even the monkeys there were amazed at your speed!"

"Mata Tono menyipit penuh rasa ingin tahu.

Tono's eyes squinted with curiosity.

"Kamu bercanda, kan?

"You're joking, right?

Monyet kagum sama aku?

Monkeys were amazed by me?"

""Tentu saja!

"Of course!"

" Dewi menyahut dengan semangat.

Dewi responded enthusiastically.

"Bahkan ada satu yang mulai menirukan gaya jalanmu.

"There was even one that started imitating your walking style.

Menurut kabar, sekarang dia jadi ketua kelompoknya.

Rumor has it he's now the leader of the troop."

"Ruangan itu dipenuhi dengan tawa Dewi dan Budi, sementara Tono hanya menggelengkan kepalanya, mencoba mengingat lebih keras.

The room was filled with Dewi and Budi's laughter, while Tono just shook his head, trying harder to remember.

"Jadi, ceritakan padaku lagi kenapa kakiku bisa begini?

"So, tell me again why is my leg like this?"

" Tono bertanya.

Tono asked.

Dewi dengan cepat melanjutkan ceritanya.

Dewi quickly continued her story.

"Setelah kamu mengalahkan semua rekor, tiba-tiba datang hujan badai.

"After you broke all the records, suddenly a storm came.

Kamu berusaha menari di bawah hujan dan—""Hore!

You tried to dance in the rain and—" "Hooray!

Aku jadi pahlawan lokal!

I'm a local hero!"

" Budi menambahkan sambil tertawa.

Budi added while laughing.

Tono memutar mata.

Tono rolled his eyes.

"Kalian berdua benar-benar berlebihan.

"You two are really over the top.

Tapi aku suka imajinasinya.

But I like the imagination."

"Ketegangan semakin terbangun dengan setiap cerita yang lebih tidak masuk akal dan rumit.

The tension built with each more unrealistic and convoluted story.

Dewi dengan penuh semangat menambah cerita dengan detail yang lebih menggelikan.

Dewi enthusiastically added more ridiculous details to the story.

Namun tiba-tiba, pintu kamar terbuka.

But suddenly, the room door opened.

Seorang dokter masuk dengan senyum lembut.

A doctor entered with a gentle smile.

"Ah, Tono!

"Ah, Tono!

Aku lihat kamu sudah banyak teman di sini.

I see you have a lot of friends here.

Kita perlu membereskan beberapa hal medis, ya.

We need to take care of some medical things, okay?"

"Dokter melihat ke arah Dewi dan Budi, lalu tersenyum.

The doctor looked at Dewi and Budi, then smiled.

"Sebenarnya, Tono, kakimu patah saat kamu terpeleset di depan gedung bioskop, waktu kamu buru-buru mau menonton film baru.

"Actually, Tono, your leg broke when you slipped in front of the movie theater while rushing to watch a new film."

"Dewi, Budi, dan Tono terdiam sejenak, sebelum mereka semua meledak dalam tawa tak terkendali.

Dewi, Budi, and Tono paused for a moment, before they all burst into uncontrollable laughter.

Seluruh suasana kamar rumah sakit menjadi penuh dengan kegembiraan.

The entire atmosphere in the hospital room was filled with joy.

Setelah mereka berhenti tertawa, Dewi menghela napas panjang.

After they stopped laughing, Dewi took a deep breath.

"Kadang-kadang, kenyataan yang sederhana bisa sama menghiburnya, kan?

"Sometimes, simple reality can be just as entertaining, right?"

"Tono tersenyum, merasa lebih ringan.

Tono smiled, feeling lighter.

"Benar.

"True.

Terima kasih, kalian berdua.

Thank you, both of you.

Aku sudah lupa rasa sakitnya.

I've forgotten the pain."

"Dewi mengetahui kali ini, bahwa kekuatan kejujuran bisa saja menjadi hiburan yang dibutuhkan seorang teman.

Dewi realized then that the power of honesty could be the entertainment a friend needed.

Dan di sudut rumah sakit yang penuh cahaya itu, tiga sahabat tahu bahwa kebahagiaan sejati kadang-kadang datang dari cerita yang paling sederhana.

And in that light-filled corner of the hospital, three friends knew that true happiness sometimes comes from the simplest stories.